Kemungkinan seorang kiper atau penjaga gawang untuk loncat ke kiri atau ke kanan dalam adu penalti biasanya 50:50, namun ini tidak berlaku saat timnya dalam posisi tertinggal. Saat kalah, kiper cenderung lebih sering loncat ke kanan.
Pada makhluk hidup, tanpa disadari ada banyak aktivitas yang lebih sering dilakukan ke arah kanan. Misalnya saat berciuman bibir orang cenderung lebih sering memiringkan kepalanya ke kanan, sedangkan anjing lebih banyak mengibaskan ekornya ke kanan saat bertemu majikannya.
Rupanya, hal yang sama juga berlaku pada penjaga gawang saat menghadapi tendangan penalti. Namun kecenderungan untuk lebih sering loncat ke kanan hanya terjadi dalam kondisi tertentu, yakni saat timnya dalam posisi tertinggal atau skornya lebih kecil.
Fakta ini terungkap dalam penelitian Marieke Roskes, PhD, seorang peneliti dariUniversity of Amsterdamdi Belanda. Dalam penelitian tersebut, ia menganalisis setiap tendangan penalti yang terjadi di berbagai pertandingan Piala Dunia antara tahun 1982 hingga 2010.
Secara umum, perbandingan antara penjaga gawang yang meloncat ke kiri dengan yang ke kanan adalah sama atau 50:50. Namun khusus saat timnya dalam posisi tertinggal atau memiliki skor lebih kecil, penjaga gawang akan lebih banyak meloncat ke kanan.
"Tidak peduli apakah kiper tersebut kidal atau tidak, mereka cenderung lebih banyak loncat ke kanan saat menghadapi tendangan penalti jika timnya sedang ketinggalan. Ini disebutright-oriented bias," ungkap Roskes seperti dikutip dariMSNBC, Selasa (19/7/2011).
Roskes menambahkan,right-oriented biasmerupakan kecenderungan makhluk hidup untuk menganggap bahwa kanan selalu mengarah ke sesuatu yang positif. Di Piala Dunia, keberhasilan mengagalkan tedangan penalti adalah sesuatu yang positif dan bisa membuat kiper jadi pahlawan nasional.
Namun bagi pemain yang mengeksekusi tendangan penalti, kecenderungan untuk menendang ke arah kanan tidak berlaku dalam kondisi apapun. Menurut Roskes, ada perbedaan di antara keduanya karena mencetak gol lewat penalti jauh lebih tidak bergengsi dibanding kiper yang sukses menggagalkan tendangan penalti.
Sumber / Source
Pada makhluk hidup, tanpa disadari ada banyak aktivitas yang lebih sering dilakukan ke arah kanan. Misalnya saat berciuman bibir orang cenderung lebih sering memiringkan kepalanya ke kanan, sedangkan anjing lebih banyak mengibaskan ekornya ke kanan saat bertemu majikannya.
Rupanya, hal yang sama juga berlaku pada penjaga gawang saat menghadapi tendangan penalti. Namun kecenderungan untuk lebih sering loncat ke kanan hanya terjadi dalam kondisi tertentu, yakni saat timnya dalam posisi tertinggal atau skornya lebih kecil.
Fakta ini terungkap dalam penelitian Marieke Roskes, PhD, seorang peneliti dariUniversity of Amsterdamdi Belanda. Dalam penelitian tersebut, ia menganalisis setiap tendangan penalti yang terjadi di berbagai pertandingan Piala Dunia antara tahun 1982 hingga 2010.
Secara umum, perbandingan antara penjaga gawang yang meloncat ke kiri dengan yang ke kanan adalah sama atau 50:50. Namun khusus saat timnya dalam posisi tertinggal atau memiliki skor lebih kecil, penjaga gawang akan lebih banyak meloncat ke kanan.
"Tidak peduli apakah kiper tersebut kidal atau tidak, mereka cenderung lebih banyak loncat ke kanan saat menghadapi tendangan penalti jika timnya sedang ketinggalan. Ini disebutright-oriented bias," ungkap Roskes seperti dikutip dariMSNBC, Selasa (19/7/2011).
Roskes menambahkan,right-oriented biasmerupakan kecenderungan makhluk hidup untuk menganggap bahwa kanan selalu mengarah ke sesuatu yang positif. Di Piala Dunia, keberhasilan mengagalkan tedangan penalti adalah sesuatu yang positif dan bisa membuat kiper jadi pahlawan nasional.
Namun bagi pemain yang mengeksekusi tendangan penalti, kecenderungan untuk menendang ke arah kanan tidak berlaku dalam kondisi apapun. Menurut Roskes, ada perbedaan di antara keduanya karena mencetak gol lewat penalti jauh lebih tidak bergengsi dibanding kiper yang sukses menggagalkan tendangan penalti.
Sumber / Source