Mbah Diyem, setiap hari mencari nafkah berjualan kerupuk puli di Pasar Bandar, Kediri. Nenek tua sebatang kara ini berjalan kaki dari rumahnya di lereng Gunung Klotok, Sukarame yang berjarak sekitar 14 km.
Kakinya bengkak, lehernya membengkak karena penyakit gondong menjadi pelengkap kemiskinan yang dideritanya. Bisa dibayangkan, betapa beratnya beban hidup mbah Diyem.
Ilustrasi / weeklyristinw.wordpress.com
Setiap selesai berdagang, ia selalu mampir di Masjid Baiturrahman di Jalan Penanggungan, tak jauh dari Pasar Bandar. Halaman masjid yang dipenuhi pepohonan rindang menjadi tempat bernaung nan nyaman bagi para musafir.
Setelah berwudhu, mbah Diyem masuk ke masjid, mengambil mukena, dan melakukan sholat Dzuhur. Setelah membaca wirid, ia ke halaman masjid dan mengumpulkan dedaunan yang terserak di berbagai penjuru.
Sehelai demi sehelai dikutipnya. Tak satu pun dibiarkan tertinggal di pelataran. Dengan tenaga seorang nenek tua ditambah panasnya siang membuatnya berpeluh sekujur tubuh.
Kelakuannya setiap hari ini membuat para takmir masjid dan pelajar SMP Muhammadiyah yang sehari-hari berada di lingkungan masjid menjadi iba melihatnya.
Pada suatu hari, takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum sang nenek datang. Ketika mbah Diyem datang usai sholat ingin melakukan pekerjaan rutinnya, betapa terkejut karena tidak ada satu helai daun yang berserakan di halaman masjid.
Ia kembali ke masjid dan menangis sambil bertanya kepada semua orang mengapa dedaunan itu sudah disapu sebelum kedatangannya. Orang di dalam masjid menjawab, karena mereka kasihan melihatnya.
"Jika kalian kasihan melihatku, berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya." jawab mbah Diyem sembari menyeka air matanya.
Keesokan harinya mbah Diyem dibiarkan mengumpul dedaunan yang bertebaran di halaman masjid seperti biasa. Orang-orang tak mengerti.
Seorang pelajar Kelas 2 SMP Muhammadiyah memberanikan diri bertanya, dan mendapat jawaban, "Saya ini perempuan bodoh," tuturnya.
"Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya mungkin tidak selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Nabi Muhammad S.A.W Setiap kali saya mengambil sehelai daun itu, saya mengucapkan selawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Nabi datang menjemput saya. Biarlah semua daun itu menjadi saksi saya berselawat kepadaNya"....
Sumber / Source
Kakinya bengkak, lehernya membengkak karena penyakit gondong menjadi pelengkap kemiskinan yang dideritanya. Bisa dibayangkan, betapa beratnya beban hidup mbah Diyem.
Ilustrasi / weeklyristinw.wordpress.com
Setiap selesai berdagang, ia selalu mampir di Masjid Baiturrahman di Jalan Penanggungan, tak jauh dari Pasar Bandar. Halaman masjid yang dipenuhi pepohonan rindang menjadi tempat bernaung nan nyaman bagi para musafir.
Setelah berwudhu, mbah Diyem masuk ke masjid, mengambil mukena, dan melakukan sholat Dzuhur. Setelah membaca wirid, ia ke halaman masjid dan mengumpulkan dedaunan yang terserak di berbagai penjuru.
Sehelai demi sehelai dikutipnya. Tak satu pun dibiarkan tertinggal di pelataran. Dengan tenaga seorang nenek tua ditambah panasnya siang membuatnya berpeluh sekujur tubuh.
Kelakuannya setiap hari ini membuat para takmir masjid dan pelajar SMP Muhammadiyah yang sehari-hari berada di lingkungan masjid menjadi iba melihatnya.
Pada suatu hari, takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum sang nenek datang. Ketika mbah Diyem datang usai sholat ingin melakukan pekerjaan rutinnya, betapa terkejut karena tidak ada satu helai daun yang berserakan di halaman masjid.
Ia kembali ke masjid dan menangis sambil bertanya kepada semua orang mengapa dedaunan itu sudah disapu sebelum kedatangannya. Orang di dalam masjid menjawab, karena mereka kasihan melihatnya.
"Jika kalian kasihan melihatku, berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya." jawab mbah Diyem sembari menyeka air matanya.
Keesokan harinya mbah Diyem dibiarkan mengumpul dedaunan yang bertebaran di halaman masjid seperti biasa. Orang-orang tak mengerti.
Seorang pelajar Kelas 2 SMP Muhammadiyah memberanikan diri bertanya, dan mendapat jawaban, "Saya ini perempuan bodoh," tuturnya.
"Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya mungkin tidak selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Nabi Muhammad S.A.W Setiap kali saya mengambil sehelai daun itu, saya mengucapkan selawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Nabi datang menjemput saya. Biarlah semua daun itu menjadi saksi saya berselawat kepadaNya"....
Sumber / Source